Subscribe to our RSS Feeds
Hello, this is a sample text to show how you can display a short information about you and or your blog. You can use this space to display text or image introduction or to display 468 x 60 ads and to maximize your earnings.

PULAU KAGET, POTENSI LAHAN BASAH SEBAGAI KAWASAN CAGAR ALAM DAERAH DI MUARA SUNGAI BARITO, KALIMANTAN SELATAN

0 Comments »

TUGAS

PENGENALAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH

(PLLB)



NAMA : M. AGUS SAPUTRA
NIM : J1D108204
PRODI : FISIKA



Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis, terletak di antara 114 19' 13'' - 11633' 28'' Bujur Timur dan 1 21' 49'' – 4 10' 14''Lintang Selatan. Secara administratif, Provinsi Kalimantan Selatan terletak dibagian selatan Pulau Kalimantan dengan batas-batas : sebelah barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan letak tersebut, luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan hanya 6,98 persen dari luas Pulau Kalimantan secara keseluruhan.

Secara administratif wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dengan kota Banjarmasin sebagai ibu kotanya, meliputi 11 kabupaten dan 2 kota. Kabupaten terbaru adalah Kabupaten Tanah Bumbu (pecahan Kabupaten Kotabaru) dan Kabupaten Balangan (pecahan Kabupaten Hulu Sungai Utara). Persentase luas tertinggi adalah Kabupaten Kotabaru (25,11%), Kabupaten Tanah Bumbu (13,50%) dan terendah adalah Kota Banjarmasin (0,19%) dan Kota Banjarbaru (0,98%).

Bentuk geologi wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berupa Aluvium Mudadan Formasi Berai. Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar 43,31persen wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0-2%. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :• 0-2% : 1 625 384 Ha (43,31%)• >2-15% : 1 182 346 Ha (31,50%)• >15-40% : 714 127 Ha (19,02%)• >40% : 231 195 Ha (6,16%) Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berada pada kelas ketinggian >25 -100 m diatas permukaan laut yakni 31,09 persen. Wilayah Kalimantan Selatan juga banyak memiliki beberapa kawasan cagar alam daerah yang merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Maka dari hal tersebut salah satu wilayah cagar alam di Kalimantan Selatan yaitu di daerah muara Sungai Barito yang cagar alamnya memiliki suatu potensi dan wilayah yang cukup luas serta sangat khas habitatnya didalam suatu ekosistemnya. Dikawasan cagar alam ini sering disebut juga dengan Pulau kaget.

Pulau kaget merupakan salah satu objek wisata yang berada dikawasan hutan di kabupaten Barito Kuala. Pulau ini adalah sebuah delta yang terletak didekat muara Sungai Barito. Pulau ini merupakan habitat bagi monyet berhidung panjang atau oleh penduduk setempat disebut dengan kera belanda/bekantan (Nasalis larvatus), karena hidungnya panjang,mukanya merah dan perunya gendut.

Gambar 1.1 Pulau Kaget dikawasan muara Sungai Barito

Pulau Kaget merupakan sebuah delta yang luasnya kurang lebih 200 ha dan terletak di muara Sungai Barito. Sebagian dari pulau ini (yaitu 85 ha) ditetapkan menjadi Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/Um/11/1976 tanggal 6 Nopember 1976 jo. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 337/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999. Dengan penetapan ini, CA Pulau Kaget merupakan salah satu dari 3 cagar alam di Provinsi Kalimantan Selatan (catatan: cagar alam lainnya adalah CA Gunung Kentawan dan CA Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku).










Gambar 2 Daerah cagar alam Pulau Kaget


Kawasan ini secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala, Kecamatan Tabunganen. Waktu tempuh dari Kota Banjarmasin menuju lokasi adalah ± 15 menit dengan memakai transportasi air (speed boat), atau ± 1,5 jam dengan memakai trasportasi air (kelotok). Secara atronomis, Pulau kaget terletak di koordinat 3 24 12 S Logitude : 114 28 38 E. Pulau Kaget memilki luas sebesar 85 ha.

Dengan dijadikannya bekantan sebagai maskot daerah Kalimantan Selatan. Maka pulau kaget sebagai habitat bekantan mempunyai nilai strategis baik sebgai simbol daerah maupun sebagai tempat objek wisata. Oleh karena menjadi habitat yang dilindungi dan menjadi simbol daerah, maka cagar alam/pulau kaget menjadi salah satu tujuan wisata alam. Tidak saja Kalimantan Selatan dan daerah lain di Indonesia tetapi juga Manca Negara.

Tidak hanya itu, Pulau Kaget terdapat beberapa jenis pohon dan tumbuhan seperti:

1. Rambai (Soneratia casiolaris)

2. Bakau (Rhizophora Sp.)

3. Api-api (Avicenia Sp.)

4. Nipah (Nipa fraticans)

5. Bakung (Crinum asiaticum)

6. Piai (Acrosticum aureum)

7. Jeruju (Achantus ilicifolius)

8. Pandan (Pandanus tectorius)

9. Dll.


Jenis pohon yang paling dominan ialah Rambai dengan Indeks Nilai Penting (INP) 45,1898%, Bakau dan Api-api dengan INP masing-masing 1.6232% (dominan). Binatang yang menghuni Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget terdiri dari 10 (sepuluh) jenis yang tergolong dalam dua kelas yaitu:

1. Mamalia

a. Bekantan (Nasalis larvatus)

b. Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

c. Lutung (Presbitis cristata)

2. Aves

a. Betet (Psittacula alexandri)

b. Elang Bondol (Haliadus indus)

c. Raja Udang (Halcyon choris)

d. Elang Laut (Inchthyophaga inchtyootus)

e. Burung Kipas (Rhipidura javanica)

f. Trucukan (Pynonotus goiavier)

g. Raja Udang Paruh Bangau (Pelargopsis capensis)

h. Bebek (Denrocygna arcuata)

i. Dll.


Jumlah populasi Bekantan yang ada sekitar 115 ekor dan Kera Ekor Panjang 6 ekor. Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis.

Gambar 3. Bakantan


Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai kera Belanda.

Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai 24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.

Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, terkadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain

Keberadaan Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Pulau Kaget banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan mulai dari sejak ditetapkannya Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget sampai saat ini. Keterkaitan antara Bekantan dengan Pohon Rambai (Soneratia casiolaris) sangat sulit dipisahkan, karena daun dan buah pohon Rambai adalah merupakan makanan utama Bekantan. Selain itu pohon-pohon Rambai menjadi tempat istirahat/tidur Bekantan diwaktu malam dan tempat bermain serta mengasuh anak. Pertumbuhan pohon Rambai secara keseluruhan menunjukkan kondisi cukup baik, yang ditandai dengan daun yang menghijau dan rimbun sepanjang tahun.

Sebelum tahun 1995, vegetasi CA Pulau Kaget didominasi oleh rambai (Sonneratia caseolaris), salah satu tumbuhan mangrove yang akarnya mencuat vertikal dari permukaan tanah. Karena daun dan buah rambai merupakan pangan utama bagi bekantan (Nasalis larvatus), tidak mengherankan apabila kemudian CA Pulau Kaget dikenal sebagai surganya bekantan.

Pulau Kaget dan bekantan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan serta menjadi merek dagang Kalimantan Selatan dalam kepariwisataan internasional. Primata berhidung mancung dan endemik Borneo ini mudah sekali dijumpai. Apabila menyusuri pulau dengan klotok (perahu bermotor), kita dengan mudah menyaksikan perilaku alami bekantan, seperti makan daun dan buah rambai, tidur di atas cabang atau ranting, berloncatan dari satu dahan ke dahan lain, atau bahkan terjun dari ketinggian 15 m ke permukaan tanah atau air.

Keadaan demikian berubah sama sekali, setelah peranggasan rambai terjadi. Hampir semua rambai yang tumbuh di daratan dan tepian cagar alam mati. Pemandangan alami menjadi membosankan. Yang tampak dominan adalah pepohonan rambai yang kering kerontang. Walaupun populasi bekantan mencapai 304 ekor (Soendjoto et al., 1998a), perilaku khasnya berangsur-angsur tidak bisa dinikmati. Bekantan ini hanya dapat dijumpai di lantai hutan. Akibatnya, industri kepariwisataan Kalimantan Selatan pun anjlok.

Terdapat dua faktor yang diduga menjadi penyebab peranggasan, yaitu musim kemarau yang panjang dan pencemaran air dari berbagai industri yang ada di sepanjang Sungai Barito. Namun, Soendjoto et al. (1998b) menyatakan bahwa penyebab peranggasan tanaman rambai adalah kelebihan populasi (overpopulation) primata dan sekaligus ketidakmampuan rambai untuk memulihkan diri.

Kompilasi data oleh Soendjoto et al. (1998b) menunjukkan adanya peningkatan populasi bekantan. Pada tahun 1984 terdapat 229 ekor bekantan, pada tahun 1992 terdapat 207 ekor, dan pada tahun 1997 terdapat 304 ekor. Pada tahun 1997 ini tercatat juga primata lain, yaitu lutung Trachypithecus cristatus sebanyak 78 ekor dan monyet ekor panjang Macaca fascicularis 22 ekor (Soendjoto et al., 1998a). Apabila jumlah pakan bekantan 900 g/hari (Soerianegara et al., 1994) dan diasumsikan jumlah pakan kedua primata lainnya sama dengan jumlah pakan bekantan ini, maka jumlah pakan bagi semua primata yang ada di Pulau Kaget adalah 363,6 kg/hari.

Tampaknya jumlah pakan ini tidak dapat dicukupi oleh rambai. Masalahnya, hijauan rambai yang tersedia paling sedikit harus dua kali lipat (atau sekitar 730 kg/hari). Pada sisi lain, rambai yang ada di Pulau Kaget tidak dapat pulih dengan cepat karena adanya gangguan dan masalah fisiologi lainnya (Soendjoto et al., 1998b). Akar rambai terganggu, karena dipotong oleh masyarakat untuk diolah jadi bonggol kok dan tutup botol. Pernafasan oleh akar terhambat, karena adanya penutupan oleh eceng gondok dan lumpur yang semakin menumpuk. Rambai tidak mampu bersaing dengan tumbuhan bawah air untuk memperoleh unsur hara.

Tumbuhan bawah air yang mulai mendominasi daratan CA Pulau Kaget antara lain adalah piai (Acrostichum aureum), nipah, dan bakung (Crinium asiaticum). Umur rambai sudah tua dan peregenerasian tampaknya tidak normal. Di cagar alam ditemukan 51,05% populasi rambai tingkat semai, 1,81% tingkat pancang, 1,70% tingkat tiang, dan sekitar 45% rambai yang berumur 20 tahun ke atas. Semua rambai tingkat semai ini pun hanya tumbuh di tepi cagar alam yang langsung berbatasan dengan air Sungai Barito.

Untuk menyelamatkan bekantan, Departemen Kehutanan mengambil langkah tegas. Pada akhir tahun 1998 sekitar 150 ekor bekantan dievakuasi ke Pulau Jawa (Kebun Binatang Surabaya) dan ke pulau-pulau di Sungai Barito (Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Tempurung).

Pada saat ini, perubahan ke arah positif mulai tampak. Ketika pada tanggal 2 Mei 2004 penulis dan crew salah satu TV swasta mengelilingi Pulau Kaget dengan klotok, penulis cukup gembira dan memperoleh harapan baru. Pulau Kaget mulai bersemi. Walaupun di daratan CA Pulau Kaget tidak dijumpai lagi pepohonan rambai, di sepanjang tepi pulau mulai dari bagian utara, barat, selatan hingga tenggara terlihat pepohonan rambai yang mulai menghijau. Terdapat lebih dari 20 pohon rambai berdiameter di atas 20 cm. Rambai-rambai yang 8 atau 9 tahun lalu masih berada pada tingkat semai kini bertumbuh dan berkembang ke tingkat pancang (tinggi lebih dari 1,5 m) atau tingkat tiang (berdiameter sekitar 10 cm).

Harapan ini tentunya harus mulai disikapi bijaksana. Pertumbuhan rambai yang menggembirakan masih belum bisa disepadankan dengan harapan terhadap kelestarian bekantan. Apakah pepohonan rambai sudah mampu mendukung kelompok bekantan ini? Dan apakah bekantan yang dievakuasi perlu dikembalikan untuk membugarkan populasi yang tersisa di Pulau Kaget atau untuk menghindari terjadinya kawin antar-kerabat dekat (inbreeding).


Gambar 4. Suaka Margasatwa dan Cagar Alam Pulau KagetBekantan (Nasalis larvatus) sebelum tahun 1995 adalah primadona Pulau Kaget. (Foto: Dok. WI-IP).



Foto-foto dan Citra Satelit via Google Earth (pelengkap tugas mata kuliah PLLB, deskripsi lahan basah)





































































































































































































Daftar Pustaka :

M. Arief Soendjoto. 2004. Pulau Kaget Mulai Bersemi, Warta Konservasi Lahan Basah Vol.12 No. 3 Juli 2004. Wetlands Internasional : 5-8

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998a. Populasi Primata dan Keanekaragaman Jenis Satwa di Pulau Kaget. Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (50) : 1-9

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998b. Telaahan Vegetasi dan Keadaanb Rambai (Sonneratia caseolaris) di Cagar Alam Pulau Kaget, Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (49) : 51-62

Soerianegara, I., D. Sastradipradja, H.S. Alikodra & M. Bismark. 1994. Studi Habitat, Sumber Pakan, dan Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus) sebagai Parameter Ekologi dalam Mengkaji Sistem Pengelolaan Habitat Hutan Mangrove di Taman Nasional Kutai. Bogor: Laporan Akhir Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB.


0 Responses to "PULAU KAGET, POTENSI LAHAN BASAH SEBAGAI KAWASAN CAGAR ALAM DAERAH DI MUARA SUNGAI BARITO, KALIMANTAN SELATAN"

Posting Komentar