Subscribe to our RSS Feeds
Hello, this is a sample text to show how you can display a short information about you and or your blog. You can use this space to display text or image introduction or to display 468 x 60 ads and to maximize your earnings.

EVAPORASI DAERAH ALIRAN SUNGAI

1 Comments »
Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono, 1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian DAS adalah sebagai berikut :suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian mengalirkan air ke laut atau danau melalui satu sungai utama, suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh pemisah topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas beberapa DAS, unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna sumberdaya yang ada, unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya.
Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Coarak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut :
• DAS bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda.
• DAS Radial. Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama.
• Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.
DAS merupakan kumpulan dari beberapa Sub-DAS. Mangundikoro (1985) mengemukakan Sub-DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air, flora serta fauna merupakan komponen ekosistem di Sub-DAS yang saling berinteraksi dan berinterdependensi. Pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan input manajemen dan input alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan baik di tempat (on site) maupun di luar (off-site). Secara ekonomi ini berarti bentuk dari proses produksi dengan biaya ekonomi untuk penggunaan input manajemen dan input alam serta hasil ekonomi berupa nilai dari outputnya (Hulfschmidt, 1985).
Tujuan pengelolaan DAS secara ringkas adalah menyediakan air, mengamankan sumber-sumber air dan mengatur pemakaian air; menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah, meningkatkan pendapatan masyarakat. Di dalam siklus air ini, banyak dijumpai proses yang kompleks yang menyangkut perpindahan air sesuai dengan aliran masa dalam proses sirkulasi air di dalam atmosfir dan bumi. Keinginan atau kebutuhan manusia akan air dalam upaya kesinambungan hidupnya banyak berpengaruh kepada siklus air. Siklus air pada prinsipnya tidak mempunyai awal dan akhir walaupun dalam mempermudah penjelasan dan pemahaman umumnya dimulai dari evaporasi yaitu perpindahan air dari bentuk cair di permukaan tanah dan lautan menjadi bentuk uap air di atmosfir.
Uap air di atmosfir akan berubah menjadi bentuk cair dan akan jatuh ke bumi sebagai presipitasi lewat suatu proses yang disebut kondensasi. Di laut, air yang jatuh dalam bentuk presipitasi akan langsung kembali di transpirasikan akan tetapi yang jatuh ke daratan akan mengalami beberapa proses di dalam siklus air. Air yang jatuh dapat diintersepsi oleh tanaman dan langsung dievaporasikan ke atmosfir. Air yang jatuh ke tanah (hujan jatuh = throughfall) dapat mengalami proses infiltrasi ke dalam tanah atau membentuk aliran di permukaan tanah.
Secara sederhana, konsep siklus air membantu menjelaskan perjalanan sebuah sistem yang kompleks. Walaupun menggambarkan perjalanan dari air baik perpindahannya dari tanah ke laut dan ke atmosfir, pada dasarnya dicirikan dengan suatu model perpindahan yang tetap dengan proses yang berbeda, seperti proses kondensasi, evaporasi dan presipitasi. Dalam proses ini, total volume dari air dalam siklus global adalah konstan tetapi distribusi dan perpindahannya (movement) sangat tergantung kepada waktu dan ruang. Terkadang perpindahannya sangat cepat.
Evaporasi merupakan proses fisis perubahan cairan menjadi uap, hal ini terjadi apabila air cair berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaan-permukaan yang basah. Suatu tajuk hutan yang lebat menaungi permukaan di bawahnya dari pengaruh radiasi matahari dan angin yang secara drastis akan mengurangi evaporasi pada tingkat yang lebih rendah. Transpirasi pada dasarnya merupakan salah satu proses evaporasi yang dikendalikan oleh proses fotosintesis pada permukaan daun (tajuk). Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeorologi.
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa pengauapan dari tanaman disebut transpirasi. Kedua-duanya bersama-sama disebut evapotranspirasi.
Faktor-faktor utama yang berpengaruh adalah (Ward dalam Seyhan, 1977) :
1. Faktor-faktor meteorologi
a. Radiasi Matahari
b. Suhu udara dan permukaan
c. Kelembaban
d. Angin
e. Tekanan Barometer
2. Faktor-faktor Geografi
a. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain)
b. Jeluk tubuh air
c. Ukuran dan bentuk permukaan air
3. Faktor-faktor lainnya
a. Kandungan lengas tanah
b. Karakteristik kapiler tanah
c. Jeluk muka air tanah
d. Warna tanah
e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi
f. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain)

Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeoro-logi. Pengukuran langsung evaporasi maupun evapotranspirasi dari air maupun permukaan lahan yang luas akan mengalami banyak kendala. Untuk itu maka dikembangkan beberapa metode pendekatan dengan menggunakan input data-data yang diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi. Apabila jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor pembatas, maka evapotranspirasi yang terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan kondisi itu dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial tercapai atau dengan kata lain evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata maupun permukaan tanah.
04.33

PANEL SURYA

0 Comments »
TUGAS
PENGENALAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH
(PLLB)

NAMA : M. AGUS SAPUTRA
NIM : J1D108204
PRODI : S-1 FISIKA
DOSEN : PAK KRISDIANTO

Energi Solar Cell adalah solusi pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga surya yang ramah lingkungan dan alternative mengurangi ketergantungan energi yang dihasilkan dari minyak bumi, batu bara, gas panas bumi, nuklir yang dapat mempercepat Pemanasan Suhu Bumi/merusak lingkungan (Global Warming) serta kita sudah merasakan atau melihat banyak bencana-bencana akibat pengaruh Pemanasan Global tersebut. Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi listrik. Mereka disebut surya atas matahari atau "sol" karena matahari merupakan sumber cahaya terkuat yang dapat dimanfaatkan. Panel surya sering kali disebut sel photovoltaic, photovoltaic dapat diartikan sebagai "cahaya-listrik". Sel surya atau sel PV bergantung pada efek photovoltaic untuk menyerap energi matahari dan menyebabkan arus mengalir antara dua lapisan bermuatan yang berlawanan.

Jumlah penggunaan panel surya di porsi pemroduksian listrik dunia sangat kecil, tertahan oleh biaya tinggi per wattnya dibandingkan dengan bahan bakar fosil - dapat lebih tinggi sepuluh kali lipat, tergantung keadaan. Mereka telah menjadi rutin dalam beberapa aplikasi yang terbatas seperti, menjalankan "buoy" atau alat di gurun dan area terpencil lainnya, dan dalam eksperimen lainnya mereka telah digunakan untuk memberikan tenaga untuk mobil balap dalam kontes seperti Tantangan surya dunia di Australia.

Sekarang ini biaya panel listrik surya membuatnya tidak praktis untuk penggunaan sehari-hari di mana tenaga listrik "kabel" telah tersedia. Bila biaya energi naik dalam jangka tertentu, atau bila penerobosan produksi terjadi yang mengurangi ongkos produksi panel surya, ini sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Keuntungan panel surya adalah alternative tepat guna mendukung upaya reduksi CO2,dan biayanya lebih murah.dan keuntungan lainnya yaitu,: penghematan rekening listrik.Dalam satu panel dapat menghemat 15 persen pemakaian listrik sebuah keluarga yang terdiri dari empat atau lima orang. Jadi,semakin bannyak panel yang didiriakan dan semakin sedikit biaya listrik yang dibayar. Selain itu banyak keuntungan lainnya ,seperti: PLTS mampu menyuplai listrik untuk lokasi yang belum dijangkau jaringan listrik PLN, potensi pemanfaatan energi surya tersebar secara merata sehingga dapat digunakan untuk daerah yang terpencil, listrik surya merupakan solusi yang cepat, karena proses instalasi yang relatif cepat untuk menghasilkan listrik penerangan dll, tenaga Surya merupakan energi yang sangat bersih, karena sifatnya secara fisika dapat Meng-absorbsi UV radiasi (dari matahari), tidak menghasilkan emisi sedikitpun, tidak menimbulkan suara berisik dan tidak memerlukan bahan bakar yang perlu dibeli setiap harinya, sistem tenaga Surya sudah terbukti handal lebih dari 50 tahun mendukung program luar angkasa, dimana tidak ada sumber energi lain, tidak juga juga nuklir, yang mampu bertahan dalam keadaan extrim di luar angkasa, panel Surya merupakan salah satu alat yang dapat memanfaatkan potensi energi radiasi matahari sebesar 4,8 Kwh/ m2 / hari (* Data BPPT tahun 2005) yang merupakan potensial daya yang cukup besar dan belum maksimal dimanfaatkan di Indonesia, panel Surya mempunyai kesan modern dan futuristik, tetapi juga mempunyai kesan peduli lingkungan dan bersih. Sangat cocok untuk dunia arsitektur modern yang memadukan unsur-unsur penting tersebut.

Sinar matahari bisa menjadi energi alternatif pengganti BBM. Di Belanda, sudah banyak keluarga yang memasang panel surya. Di atap rumah di pasang lempengan-lempengan penangkap sinar matahari. Ada dua jenis panel surya. Satu disebut panel listrik dan satu lagi panel penghangat. Dengan panel penghangat, sinar matahari bisa diubah menjadi energi panas untuk menghasilkan air hangat. Jenis panel yang kedua, panel listrik, mengubah sinar matahari menjadi listrik. Listrik bisa dipakai untuk rumah tangga sendiri atau dijual ke jaringan listrik yang ada. Bart Walraven, pemilik perusahaan instalasi panel surya di Belanda, menjelaskan bahwa panel surya terdiri dari beberapa sel yang disebut sel surya. Sel ini terbuat dari sejenis pasir yang disebut, selicium.Ini karena suhu udara di Belanda dingin.

Hasil penelitian di sungai Nagara tersebut cocok untuk dibangun sel surya , karena sinar mataharinya sangat berlebih dan belum termanfaatkan. Panel surya biaya investasinya mahal,tapi biaya perawatannya cukup mudah,beberapa suku cadang saja yang diganti,Ini bisa dipakai untuk 20 sampai 30 tahun, Dan juga mengurangi biaya listrik,seperti di atas yang telah dijelaskan. Ini juga akan membuka pikiran bagi masyarakat untuk memanfaatkan apa yang telah ada di sekitar mereka yang belum dimanfaatkan. Di sini juga bisa membuka lahan bagi masyarakat untuk lebih mengusahakan kerbau rawa dan pengkapan ikan ,serta penanaman di daerah rawa. Dari luas di Nagara, sangat banyak menghasilkan energy listrik.

Di Nagara bisa dibuat seperti gambar di bawah ini.



04.18

PULAU KAGET, POTENSI LAHAN BASAH SEBAGAI KAWASAN CAGAR ALAM DAERAH DI MUARA SUNGAI BARITO, KALIMANTAN SELATAN

0 Comments »

TUGAS

PENGENALAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH

(PLLB)



NAMA : M. AGUS SAPUTRA
NIM : J1D108204
PRODI : FISIKA



Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis, terletak di antara 114 19' 13'' - 11633' 28'' Bujur Timur dan 1 21' 49'' – 4 10' 14''Lintang Selatan. Secara administratif, Provinsi Kalimantan Selatan terletak dibagian selatan Pulau Kalimantan dengan batas-batas : sebelah barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan letak tersebut, luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan hanya 6,98 persen dari luas Pulau Kalimantan secara keseluruhan.

Secara administratif wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dengan kota Banjarmasin sebagai ibu kotanya, meliputi 11 kabupaten dan 2 kota. Kabupaten terbaru adalah Kabupaten Tanah Bumbu (pecahan Kabupaten Kotabaru) dan Kabupaten Balangan (pecahan Kabupaten Hulu Sungai Utara). Persentase luas tertinggi adalah Kabupaten Kotabaru (25,11%), Kabupaten Tanah Bumbu (13,50%) dan terendah adalah Kota Banjarmasin (0,19%) dan Kota Banjarbaru (0,98%).

Bentuk geologi wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berupa Aluvium Mudadan Formasi Berai. Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar 43,31persen wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0-2%. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :• 0-2% : 1 625 384 Ha (43,31%)• >2-15% : 1 182 346 Ha (31,50%)• >15-40% : 714 127 Ha (19,02%)• >40% : 231 195 Ha (6,16%) Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berada pada kelas ketinggian >25 -100 m diatas permukaan laut yakni 31,09 persen. Wilayah Kalimantan Selatan juga banyak memiliki beberapa kawasan cagar alam daerah yang merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Maka dari hal tersebut salah satu wilayah cagar alam di Kalimantan Selatan yaitu di daerah muara Sungai Barito yang cagar alamnya memiliki suatu potensi dan wilayah yang cukup luas serta sangat khas habitatnya didalam suatu ekosistemnya. Dikawasan cagar alam ini sering disebut juga dengan Pulau kaget.

Pulau kaget merupakan salah satu objek wisata yang berada dikawasan hutan di kabupaten Barito Kuala. Pulau ini adalah sebuah delta yang terletak didekat muara Sungai Barito. Pulau ini merupakan habitat bagi monyet berhidung panjang atau oleh penduduk setempat disebut dengan kera belanda/bekantan (Nasalis larvatus), karena hidungnya panjang,mukanya merah dan perunya gendut.

Gambar 1.1 Pulau Kaget dikawasan muara Sungai Barito

Pulau Kaget merupakan sebuah delta yang luasnya kurang lebih 200 ha dan terletak di muara Sungai Barito. Sebagian dari pulau ini (yaitu 85 ha) ditetapkan menjadi Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/Um/11/1976 tanggal 6 Nopember 1976 jo. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 337/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999. Dengan penetapan ini, CA Pulau Kaget merupakan salah satu dari 3 cagar alam di Provinsi Kalimantan Selatan (catatan: cagar alam lainnya adalah CA Gunung Kentawan dan CA Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku).










Gambar 2 Daerah cagar alam Pulau Kaget


Kawasan ini secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala, Kecamatan Tabunganen. Waktu tempuh dari Kota Banjarmasin menuju lokasi adalah ± 15 menit dengan memakai transportasi air (speed boat), atau ± 1,5 jam dengan memakai trasportasi air (kelotok). Secara atronomis, Pulau kaget terletak di koordinat 3 24 12 S Logitude : 114 28 38 E. Pulau Kaget memilki luas sebesar 85 ha.

Dengan dijadikannya bekantan sebagai maskot daerah Kalimantan Selatan. Maka pulau kaget sebagai habitat bekantan mempunyai nilai strategis baik sebgai simbol daerah maupun sebagai tempat objek wisata. Oleh karena menjadi habitat yang dilindungi dan menjadi simbol daerah, maka cagar alam/pulau kaget menjadi salah satu tujuan wisata alam. Tidak saja Kalimantan Selatan dan daerah lain di Indonesia tetapi juga Manca Negara.

Tidak hanya itu, Pulau Kaget terdapat beberapa jenis pohon dan tumbuhan seperti:

1. Rambai (Soneratia casiolaris)

2. Bakau (Rhizophora Sp.)

3. Api-api (Avicenia Sp.)

4. Nipah (Nipa fraticans)

5. Bakung (Crinum asiaticum)

6. Piai (Acrosticum aureum)

7. Jeruju (Achantus ilicifolius)

8. Pandan (Pandanus tectorius)

9. Dll.


Jenis pohon yang paling dominan ialah Rambai dengan Indeks Nilai Penting (INP) 45,1898%, Bakau dan Api-api dengan INP masing-masing 1.6232% (dominan). Binatang yang menghuni Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget terdiri dari 10 (sepuluh) jenis yang tergolong dalam dua kelas yaitu:

1. Mamalia

a. Bekantan (Nasalis larvatus)

b. Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

c. Lutung (Presbitis cristata)

2. Aves

a. Betet (Psittacula alexandri)

b. Elang Bondol (Haliadus indus)

c. Raja Udang (Halcyon choris)

d. Elang Laut (Inchthyophaga inchtyootus)

e. Burung Kipas (Rhipidura javanica)

f. Trucukan (Pynonotus goiavier)

g. Raja Udang Paruh Bangau (Pelargopsis capensis)

h. Bebek (Denrocygna arcuata)

i. Dll.


Jumlah populasi Bekantan yang ada sekitar 115 ekor dan Kera Ekor Panjang 6 ekor. Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis.

Gambar 3. Bakantan


Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai kera Belanda.

Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai 24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.

Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, terkadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain

Keberadaan Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Pulau Kaget banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan mulai dari sejak ditetapkannya Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget sampai saat ini. Keterkaitan antara Bekantan dengan Pohon Rambai (Soneratia casiolaris) sangat sulit dipisahkan, karena daun dan buah pohon Rambai adalah merupakan makanan utama Bekantan. Selain itu pohon-pohon Rambai menjadi tempat istirahat/tidur Bekantan diwaktu malam dan tempat bermain serta mengasuh anak. Pertumbuhan pohon Rambai secara keseluruhan menunjukkan kondisi cukup baik, yang ditandai dengan daun yang menghijau dan rimbun sepanjang tahun.

Sebelum tahun 1995, vegetasi CA Pulau Kaget didominasi oleh rambai (Sonneratia caseolaris), salah satu tumbuhan mangrove yang akarnya mencuat vertikal dari permukaan tanah. Karena daun dan buah rambai merupakan pangan utama bagi bekantan (Nasalis larvatus), tidak mengherankan apabila kemudian CA Pulau Kaget dikenal sebagai surganya bekantan.

Pulau Kaget dan bekantan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan serta menjadi merek dagang Kalimantan Selatan dalam kepariwisataan internasional. Primata berhidung mancung dan endemik Borneo ini mudah sekali dijumpai. Apabila menyusuri pulau dengan klotok (perahu bermotor), kita dengan mudah menyaksikan perilaku alami bekantan, seperti makan daun dan buah rambai, tidur di atas cabang atau ranting, berloncatan dari satu dahan ke dahan lain, atau bahkan terjun dari ketinggian 15 m ke permukaan tanah atau air.

Keadaan demikian berubah sama sekali, setelah peranggasan rambai terjadi. Hampir semua rambai yang tumbuh di daratan dan tepian cagar alam mati. Pemandangan alami menjadi membosankan. Yang tampak dominan adalah pepohonan rambai yang kering kerontang. Walaupun populasi bekantan mencapai 304 ekor (Soendjoto et al., 1998a), perilaku khasnya berangsur-angsur tidak bisa dinikmati. Bekantan ini hanya dapat dijumpai di lantai hutan. Akibatnya, industri kepariwisataan Kalimantan Selatan pun anjlok.

Terdapat dua faktor yang diduga menjadi penyebab peranggasan, yaitu musim kemarau yang panjang dan pencemaran air dari berbagai industri yang ada di sepanjang Sungai Barito. Namun, Soendjoto et al. (1998b) menyatakan bahwa penyebab peranggasan tanaman rambai adalah kelebihan populasi (overpopulation) primata dan sekaligus ketidakmampuan rambai untuk memulihkan diri.

Kompilasi data oleh Soendjoto et al. (1998b) menunjukkan adanya peningkatan populasi bekantan. Pada tahun 1984 terdapat 229 ekor bekantan, pada tahun 1992 terdapat 207 ekor, dan pada tahun 1997 terdapat 304 ekor. Pada tahun 1997 ini tercatat juga primata lain, yaitu lutung Trachypithecus cristatus sebanyak 78 ekor dan monyet ekor panjang Macaca fascicularis 22 ekor (Soendjoto et al., 1998a). Apabila jumlah pakan bekantan 900 g/hari (Soerianegara et al., 1994) dan diasumsikan jumlah pakan kedua primata lainnya sama dengan jumlah pakan bekantan ini, maka jumlah pakan bagi semua primata yang ada di Pulau Kaget adalah 363,6 kg/hari.

Tampaknya jumlah pakan ini tidak dapat dicukupi oleh rambai. Masalahnya, hijauan rambai yang tersedia paling sedikit harus dua kali lipat (atau sekitar 730 kg/hari). Pada sisi lain, rambai yang ada di Pulau Kaget tidak dapat pulih dengan cepat karena adanya gangguan dan masalah fisiologi lainnya (Soendjoto et al., 1998b). Akar rambai terganggu, karena dipotong oleh masyarakat untuk diolah jadi bonggol kok dan tutup botol. Pernafasan oleh akar terhambat, karena adanya penutupan oleh eceng gondok dan lumpur yang semakin menumpuk. Rambai tidak mampu bersaing dengan tumbuhan bawah air untuk memperoleh unsur hara.

Tumbuhan bawah air yang mulai mendominasi daratan CA Pulau Kaget antara lain adalah piai (Acrostichum aureum), nipah, dan bakung (Crinium asiaticum). Umur rambai sudah tua dan peregenerasian tampaknya tidak normal. Di cagar alam ditemukan 51,05% populasi rambai tingkat semai, 1,81% tingkat pancang, 1,70% tingkat tiang, dan sekitar 45% rambai yang berumur 20 tahun ke atas. Semua rambai tingkat semai ini pun hanya tumbuh di tepi cagar alam yang langsung berbatasan dengan air Sungai Barito.

Untuk menyelamatkan bekantan, Departemen Kehutanan mengambil langkah tegas. Pada akhir tahun 1998 sekitar 150 ekor bekantan dievakuasi ke Pulau Jawa (Kebun Binatang Surabaya) dan ke pulau-pulau di Sungai Barito (Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Tempurung).

Pada saat ini, perubahan ke arah positif mulai tampak. Ketika pada tanggal 2 Mei 2004 penulis dan crew salah satu TV swasta mengelilingi Pulau Kaget dengan klotok, penulis cukup gembira dan memperoleh harapan baru. Pulau Kaget mulai bersemi. Walaupun di daratan CA Pulau Kaget tidak dijumpai lagi pepohonan rambai, di sepanjang tepi pulau mulai dari bagian utara, barat, selatan hingga tenggara terlihat pepohonan rambai yang mulai menghijau. Terdapat lebih dari 20 pohon rambai berdiameter di atas 20 cm. Rambai-rambai yang 8 atau 9 tahun lalu masih berada pada tingkat semai kini bertumbuh dan berkembang ke tingkat pancang (tinggi lebih dari 1,5 m) atau tingkat tiang (berdiameter sekitar 10 cm).

Harapan ini tentunya harus mulai disikapi bijaksana. Pertumbuhan rambai yang menggembirakan masih belum bisa disepadankan dengan harapan terhadap kelestarian bekantan. Apakah pepohonan rambai sudah mampu mendukung kelompok bekantan ini? Dan apakah bekantan yang dievakuasi perlu dikembalikan untuk membugarkan populasi yang tersisa di Pulau Kaget atau untuk menghindari terjadinya kawin antar-kerabat dekat (inbreeding).


Gambar 4. Suaka Margasatwa dan Cagar Alam Pulau KagetBekantan (Nasalis larvatus) sebelum tahun 1995 adalah primadona Pulau Kaget. (Foto: Dok. WI-IP).



Foto-foto dan Citra Satelit via Google Earth (pelengkap tugas mata kuliah PLLB, deskripsi lahan basah)





































































































































































































Daftar Pustaka :

M. Arief Soendjoto. 2004. Pulau Kaget Mulai Bersemi, Warta Konservasi Lahan Basah Vol.12 No. 3 Juli 2004. Wetlands Internasional : 5-8

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998a. Populasi Primata dan Keanekaragaman Jenis Satwa di Pulau Kaget. Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (50) : 1-9

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998b. Telaahan Vegetasi dan Keadaanb Rambai (Sonneratia caseolaris) di Cagar Alam Pulau Kaget, Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (49) : 51-62

Soerianegara, I., D. Sastradipradja, H.S. Alikodra & M. Bismark. 1994. Studi Habitat, Sumber Pakan, dan Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus) sebagai Parameter Ekologi dalam Mengkaji Sistem Pengelolaan Habitat Hutan Mangrove di Taman Nasional Kutai. Bogor: Laporan Akhir Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB.